ketika malam yang dingin menyapa, aku merebahkan diri, mengharap tak ada selain kembali membuka mata dengan jiwa raga yang sehat
diam-diam aku mengetuk masuk dalam hati, membayangkan pagi yang disinari cahaya matahari dan langit biru membentang, membuat tiap-tiap helai rambutku tertiup udara segar
siang ini, dari balik jendela perpustakaan, aku melihat dedaunan yang hinggap pada ranting-ranting pohon menari ke kiri dan ke kanan
selang detik berputar, kemudian ia terlepas dari kawanannya
hilang, tanpa mengucap selamat tinggal, atau diam mendengar iringan tangis dari yang dicintai
ia hanya terbang bebas, lemas menyatu di tengah segala yang tak terlihat, pergi berkelana, tak perduli kemana angin akan membawanya
aku menghembuskan nafas, melihat refleksi wajahku melalui dinding kaca, “mengapa aku masih disini?”
semua yang datang, yang telah hilang, yang akan kujumpai, dan yang akan pergi pun, aku terus berdoa untuk mengikhlaskan segala hal yang seharusnya tidak pernah menjadi milikku